ASN Aniaya Alumni IPDN

kos

KBT NEWS Jatinangor - Aparatur sipil negara (ASN) Deny Rolind Zabara  merupakan pejabat BKD Provinsi Lampung yang merupakan pejabat eselon tiga, viral menganiaya pemagang yang merupakan sesama alumni Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN).

Pelaku menganiaya Achmad Farhan bawahannya sebagai pembinaan jiwa korsa. Keduanya diketahui sesama alumni IPDN. Deny merupakan alumni IPDN sekaligus senior Achmad Farhan.

Menanggapi soal itu Rektor IPDN Dr. Drs. Hadi Prabowo, M.M, persoalan tersebut saat ini sudah dalam penanganan pihak berwajib dan apa yang menjadi motifnya sehingga terjadi penganiayaan. 

"Tindakan tersebut sangat memprihatinkan dan memalukan,"tegas Hadi Prabowo di Kampus IPDN.

Peristiwa ini bermula ketika Achmad Farhan, seorang pemagang di BKD Provinsi Lampung dan juga alumni IPDN, dilaporkan menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Deny Rolind Zabara, seorang ASN yang juga merupakan pejabat eselon tiga di instansi tersebut. 

Keduanya memiliki latar belakang pendidikan yang sama, yaitu sebagai alumni IPDN, dan Deny bahkan merupakan senior dari Achmad Farhan ketika mereka berada di institusi tersebut.

Rektor mengecam tindakan penganiayaan yang terjadi antara sesama alumni IPDN. Ia menekankan bahwa insiden ini tidak mencerminkan semangat dan etika yang diajarkan di IPDN dalam pembentukan para pemerintah yang profesional dan bertanggung jawab.

"Pihak berwenang segera turun tangan dalam penanganan kasus ini,"terangnya. 

Menurutnya saat ini polisi telah melakukan penyelidikan terhadap dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Deny Rolind Zabara terhadap Achmad Farhan. 

"Motif dari tindakan tersebut masih dalam proses penyelidikan untuk memahami latar belakang dan penyebab terjadinya penganiayaan,"paparnya.

Muncul pertanyaan mengenai efektivitas pembinaan jiwa korsa yang dilakukan oleh Deny terhadap Achmad Farhan. Apakah tindakan tersebut seharusnya berlangsung dalam batas-batas yang etis dan tidak melanggar hak asasi manusia. 

"Penekanan terhadap pembinaan jiwa korsa seharusnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan diri yang positif, bukan tindakan kekerasan,"jelasnya.

Kontroversi ini juga mengundang perhatian terhadap perlunya pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat terhadap perilaku dan interaksi di lingkungan kerja, terutama di instansi pemerintahan. 

Kejadian ini seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak untuk memastikan bahwa nilai-nilai integritas, profesionalisme, dan etika selalu dijunjung tinggi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. (***)